Minggu, 26 Mei 2013

'Digombalin' Mami

Diposting oleh Unknown di 21.00
Okay, this article is based on tweet saya sekitar setengah bulan yang lalu yang isinya:


Karena beberapa orang yang ketemu saya bilang penasaran pengin baca, maka akan saya publish disini 'puisi' Mami yang 'fenomenal' itu, sekalian archieving hehehe.

Oh iya, sebelumnya mau curhat-curhat sedikit tentang cerita di belakangnya. Jadi beberapa bulan yang lalu laptop saya rusak, suka mati sendiri tiba-tiba pas dipake. Bikin gemes. Apalagi kalau matinya pagi-pagi buta jam 2 pagi setelah dengan susah payah mengerjakan revisi skripsi sejak jam 9 malemnya, dan autosave nggak lengkap. Oh :'). Maka saya putuskan laptop ini harus di-cuti-paksa-kan terlebih dahulu. Tapi karena laptop di waktu-waktu sekarang ini sangat krusial sekali, nggak mungkin saya tinggal begitu aja di rumah tanpa saya bawa laptop lain ke kosan untuk menggantikan peran sebagai alat mini thesis officing. Jadilah Mami yang sangat terenyuh dengan keadaan laptop saya merelakan Acer merahnya berpindah ke tangan saya. Ya, jadi kita tukeran.

Beberapa bulan pun berlalu. Hubungan saya dan laptop Mami tetap harmonis sebagai juru dan alat pembuat skripsi. Sampai suatu ketika Mami menelepon dan bilang "Mbak, laptop kamu udah nih. Sini ambil.", Maka saya pun pulang ke rumah untuk menjemput laptop tercinta.

Dan pertukaran laptop pun terjadi di ruang tengah rumah kami. Waktu itu saya lagi nonton TV dan Mami bilang mau mindahin beberapa datanya dulu dari laptop saya ke flashdisk. Jadi saya biarkan beliau mengutak-atik terlebih dahulu. Beberapa jam kemudian "Mbak, nih. Nggak mami matiin ya laptopnya.", kemudian Mami saya masuk kamar dan tidur. Saya yang keasyikan nonton TV jadi nggak menghiraukan laptop yang masih nyala. Setelah news anchor closing statement, barulah saya hampiri laptop tersebut dan... jengjengjeng... Di desktopnya ada puisi ini:

Untuk Anakku

Anakku….
Jadilah engkau orang yang cukup kuat untuk menyadari kelemahanmu,
namun berani mengahadapi dirimu sendiri kala engaku takut.
Tabahkan dirimu dalam menghadapi setiap kekalahan,
Namun tetap jujur dan rendah hati dalam kemenangan.
Pupuklah hasratmu untuk mewujudkan cita-citamu,
jangan tenggelam dalam angan-angan semata.
Sadarilah selalu keberadaan Tuhanmu dan dirimu sendiri.
Karena imanmu dan kepercayaan pada dirimu sendiri adalah landasan pengetahuan yang kokoh.

Anakku…
Perjalanan hidupmu tidak selalu mudah.
Maka, janganlah engkau berputus asa menghadapi jalan yang penuh hambatan, godaan, kesulitan, dan tantangan.
Tetap tegarlah engkau berdiri di tengah badai dan jadikan imanmu kepada Allah sebagai pedoman.

Anakku…
Nikmatilah hidupmu.
Raihlah masa depanmu tanpa melupakan masa lalumu.
Hiasilah hari-harimu dengan rasa humor tanpa mengurangi kesungguhanmu.
Jadilah pemimpin bagi dirimu sendiri sebelum engkau diberi kesempatan memimpin orang lain.
Belajarlah untuk selalu mengasihi mereka yang tidak berdaya.

Anakku…
Ingatlah selalu kepada Allah sebagai Sumber Keagungan, Kearifan, dan Kekuatan.
Bertindaklah secara arif tapi tetap kokoh memegang prinsip.
Dengan begitu, engkau tidak akan teromabang ambing dalam hidup.

Akhirnya, anakku…
Bila engkau dapat mewujudkan semua itu, maka tidak sia-sia aku menjadi ibumu.

Seketika saya frozen, udah nggak ngerti lagi mesti ngapain. Antara geli pengin ketawa, dan mau nangis karena terharu. Kami berdua bukan tipe Ibu-anak yang romantis, makanya saya bersyukur tadi Mami langsung pergi tidur. Jadi beliau nggak liat ekspresi saya yang nggak karuan ini. Hahaha.
Apapun itu, yang jelas mami sukses membuat saya melting. Bukan melting karena isi puisi itu yang sebenarnya lebih tepat disebut 'nasehat' ketimbang rayuan. Tetapi cara beliau mengemas cara penyampaian nasehat tersebut dengan spontan dan manis yang membuat saya merasa tersentuh. Maka paginya sebelum pulang ke Jatinangor, saya cium pipi beliau dan cuma bilang "Mami makasih yaa. Doain skripsi Shindy." Semoga Mami cukup menangkap maksud anaknya yang malu-malu ini :')

Udah ah gitu aja. Hehe.
Regards!


0 komentar:

Posting Komentar

 

Shindy Yulia Salsabila Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos